Sedekah Membuat Bangkrut ???

Apakah mungkin dengan banyak sedekah membuat kita menjadi rugi atau bangkrut??
Sedekah Membuat Kita Rugi??
Allah Swt tiada pernah menghentikan pemberian-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Setiap makhluk tercukupi keperluannya. Maka, sudah semestinya kitapun bersikap murah hati dengan mudah saling memberi kepada sesama. Rasulullah Saw mengajarkan kita untuk bersedekah. Sedekah adalah bukti keimanan kita kepada Allah Swt, Dzat Yang tiada pernah berhenti memberi kepada seluruh makhluk-Nya.

Banyak sekali manfaat dari sedekah. Diantaranya adalah sebagaimana disebutkan berikut ini,

1. Sedekah itu pembersih.
Apabila zakat itu membersihkan harta, maka sedekah itu bisa membersihkan jiwa. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw bersabda, “Lindungilah hartamu dengan berzakat, obati sakitmu dengan sedekah, dan hadapi gelombang kehidupan ini dengan sikap tawadhu kepada Allah dan doa.” (HR. Baihaqi)

2. Sedekah itu menolak bala
Sedekah itu bisa memindahkan seseorang yang akan mendapat takdir musibah, kepada takdir keselamatan. Kita memang tidak pernah tahu kapan musibah akan menimpa kita. Akan tetapi, sebenarnya kita bisa melakukan tindakan pencegahan yaitu dengan bersedekah sebelum melakukan aktifitas. Misalnya adalah dengan bersedekah sebelum berangkat kerja atau sebelum berangkat sekolah.
Ada seseorang yang terbiasa memberikan sedekah setiap kali ia hendak akan berangkat kerja. Hal itu ia lakukan karena ia yakin pada manfaat sedekah yang bisa menghindarkan bala. Suatu ketika, ia ingin mencoba apa yang akan terjadi seandainya ia tidak bersedekah seperti biasanya. Tanpa ia duga, ternyata saat berkendara di jalan raya, ia memasuki jalan yang dilarang untuk dimasuki. Anehnya ia tidak melihat rambu lalu lintas yang sebenarnya ada di permulaan jalan tersebut. Akhirnya ia pun harus berurusan dengan petugas lalu lintas.
Imam Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa salah satu manfaat sedekah adalah bisa menghindarkan seseorang dari musibah. Menurut beliau, hal ini tidak hanya berlaku bagi orang yang memiliki keimanan kuat saja, hal ini berlaku juga untuk pelaku kemaksiatan yang bersedekah. Bahkan hal ini berlaku pula untuk orang yang tidak yakin kepada Allah Swt apabila ia gemar bersedekah. Mudah-mudahan orang-orang seperti ini justru mendapat ganjarannya berupa hidayah keimanan.

3. Sedekah itu memberikan kegembiraan pada orang lain.
Sedekah adalah perbuatan yang sangat disukai oleh Allah Swt. Karena ketika seseorang mengeluarkan sedekah, ia akan membuat orang lain yang mendapatkan sedekah itu menjadi senang dan gembira.
Ketika kita diberi sesuatu yang menggembirakan kita, kita tentu akan merasa senang. Akan tetapi pada hakikatnya, ada yang jauh lebih merasa senang dibandingkan kita. Siapakah? Ia adalah orang yang memberi kepada kita.
Adapun orang yang jauh lebih senang lagi adalah orang yang ketika memberi atau bersedekah dengan tangan kanannya, tangan kirinya tidak mengetahui. Maksudnya adalah bahwa ketika kita bisa berderma, memberi, bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, maka Allah Swt akan melimpahkan rasa kebahagiaan dan rasa lega di dalam hati kita. Rasa bahagia yang sangat besar dan tiada bisa terbilai dengan imbalan berapapun atau sanjungan setinggi apapun.
Demikianlah orang yang memberi dengan rasa ikhlas. Berbeda jauh dengan orang yang memberi dengan rasa tidak ikhlas. Orang yang tidak ikhlas itu jika dipuji maka ia akan semangat, jika tidak dipuji maka ia tidak semangat, dan apabila dimaki maka ia akan patah semangat.
Orang yang berderma, bersedekah, memberi dengan rasa ikhlas itu akan mendapat kebahagiaan sedemikian besar di dalam hatinya. Karena ketika itu Allah Swt langsung yang memberikan apresiasi kepada dirinya, langsung ke dalam hatinya. Hatinya pun seketika itu terasa lapang, lega, nyaman dan tenang. Ini adalah karunia yang sangat berharga dan tidak bisa terukur dengan uang atau pujian manusia.
Apabila Allah Swt sudah memberikan penghargaan dan pujian-Nya kepada hati kita, maka hati kita seketika itu akan terhindar dari rasa takut, gelisah, khawatir. Kita tak akan merasa takut terhadap cibiran, omongan, dan hinaan orang lain kepada diri kita. Tidak ada rasa khawatir akan diturunkan jabatan, tidak takut akan dikurangi gaji, tidak takut ada pihak yang mempermalukan. Segala perasaan negatif itu sirna. Perasaan yang tersisa hanyalah ketenangan, ketentraman dan keyakinan yang semakin kuat kepada Allah Swt.
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar diceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah Saw. Kemudian laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah? Dan amal apakah yang paling dicintai Allah Swt?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan ke dalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitannya atau engkau melunasi utangnya atau engkau menghilangkan rasa laparnya. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan, itu lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menahan amarah maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluannya sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani)
Orang yang memiliki kegemaran dalam berbagi dengan sesamanya, akan merasa butuh untuk memberikan kebahagiaan kepada orang-orang di sekitarnya. Bentuknya bisa dengan sapaan hangat, ucapan salam diiringi senyuman, membantu meringankan beban, membantu melunasi utang, mengirim makanan atau pemberian-pemberian lainnya.

4. Sedekah itu memberkahkan rezeki.
Allah Swt berfirman,
“Katakanlah, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba` [34]: 39).

5. Sedekah itu mencukupkan rezeki terus-menerus.
Seringkali kita mendengar seruan-seruan agar kita menjadi manusia yang kaya raya. Padahal, jika kita mengkritisinya sejenak, apa jadinya jika seluruh orang di satu kota saja misalnya, semua kaya raya. Tidak akan ada yang mau menjadi tukang cukur, tak akan ada yang mau menjadi tukang sayur, tidak akan ada yang mau menjadi sopir angkot, tidak akan ada orang yang mau berjualan di warung. Karena semua sudah bergelimang harta kekayaan. Kehidupan tidak akan berjalan normal.
Sungguh, bukanlah menjadi kaya raya yang penting. Apa yang terpenting dari harta yang kita miliki adalah keberkahannya. Jangan silau dengan istilah ‘kaya’, karena biasanya istilah tersebut identik dengan hawa nafsu. Apalagi Islam mengajarkan tentang sikap Qanaah atau merasa cukup dengan apa yang ada, bersyukur menerima hasil yang diberikan oleh Allah sembari bersabar dan tidak putus asa dalam berusaha.
Tak ada artinya jika harta kekayaan tidak pernah menimbulkan rasa cukup di dalam diri kita. Tidak ada artinya kekayaan melimpah jika ternyata kita terus-menerus merasa kurang atau selalu tidak puas. Seperti tak ada manfaatnya punya sepatu sekian banyaknya ketika yang dipakai hanyalah sepasang saja. Tidak baik kita banyak makan, tapi yang baik adalah cukup makan. Tidak baik kita banyak tidur, tapi yang baik adalah cukup tidur.
Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah kekayaan itu dengan banyak harta, tetapi sesungguhnya kekayaan itu ialah kekayaan jiwa.” (HR.Hadis riwayat Bukhari Muslim).

Bagi seorang muslim, kekayaan ilmu, kekayaan hati, kaya amal, kekayaan budi pekerti, itu jauh lebih berharga daripada kekayaan harta benda. Kaya ilmu, kaya hati, kaya amal, dan kaya budi pekerti itu akan mendatangkan kekayaan-kekayaan lainnya termasuk kekayaan harta benda.
Sedangkan jika kaya raya dalam hal uang, apa sih sebenarnya makna uang? Uang itu tak lebih dari sekedar kertas dan logam yang berpindah. Mulanya berpindah ke tangan kita, tak lama kemudian berpindah lagi kepada istri untuk belanja, pada anak untuk bayar sekolan atau jajan, ke warung, ke pom bensin, untuk cicilan, lalu habis. Kemudian kita menunggu uang berikutnya datang kepada kita untuk mengalami proses yang sama, yaitu berpindah-pindah. Jika kita terlalu sibuk dengan uang, maka sebenarnya kita sedang menyia-nyiakan hidup hanya untuk memindah-mindah kertas dan logam semata.
Apakah jika menjadi kaya raya maka porsi makan kita jadi semakin banyak? Tidak, masih sebegitu saja. Apalagi jika semakin tua, makanan dan minuman pun semakin banyak pantangan karena masalah kolesterol, asam urat dan penyakit-penyakit lainnya. Uang yang hanya dikumpul-kumpul saja tidak akan memberikan manfaat apa-apa, malah hanya akan menjadi racun. Lantas harus diapakan jika kita memiliki limpahan uang?

Berbagilah, berdermalah, bersedekahlah, maka uang akan menjadi berkah. Tidak perlu takut uang akan berkurang atau habis. Bersedekah dengan ikhlas justru malah akan membuatnya menjadi semakin berlimpah kebaikan dan keberkahan. Rezeki itu hanya berbentuk tiga macam. Yaitu yang dimakan kemudian jadi kotoran, yang dipakai jadi usang, dan yang disedekahkan di jalan Allah Swt. Sedangkan harta selebihnya hanyalah ngaku-ngaku saja sebagai milik kita.

Oleh karenanya, orang yang paling konyol adalah orang yang melakukan kejahatan korupsi. Apalagi jika si pelaku sudah berusia senja. Betapa tidak, ia mencuri namun ia tidak bisa menikmati hasil curiannya. Bahkan sekedar menyembunyikan curiannya saja ia kesulitan. Ada juga yang hingga menyimpannya di luar negeri. Bagaimana tidak disebut konyol orang yang seperti ini karena dia begitu berambisi memiliki harta yang sama sekali tidak bisa ia nikmati dan malah hanya menimbulkan rasa tidak tenang di dalam hatinya. Ia tegang karena sangat ketakutan perbuatannya terungkap. Lebih konyol lagi, ia mencuri, namun tak bisa memegang dan melihat curiannya. Sementara hukuman dari Allah Swt menantinya.
Setiap perbuatan dosa pasti menimbulkan kegelisahan. Allah Swt tidak akan pernah memberikan ketenangan kepada para pelaku kedzaliman. Tidak ada ceritanya kekayaan bisa mendatangkan ketenangan. Keberkahanlah yang bisa mendatangkan ketenangan di dalam jiwa manusia.
Oleh karenanya, jika kita menginginkan ketenangan, maka besarkanlah semangat untuk berbagi, berderma, bersedekah. Sungguh tidak akan berkurang harta kita karena melakukan sedekah. Apalagi jika kita gemar memberikan sedekah setiap ba’da shalat Shubuh.
Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw bersabda, “Setiap pagi, ketika hamba Allah bangun, ada dua malaikat yang turun ke bumi. Malaikat yang satu berdoa, “Ya Allah, berilah ganti (harta bagi orang yang berinfaq)”. Malaikat yang kedua berdoa, “Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya.” (HR. Muttafaq‘alaih)

Hadits tersebut di atas menjelaskan keutamaan bersedekah di pagi hari yaitu setelah shalat Shubuh dilaksanakan. Baiknya bersedekah setelah shalat Shubuh itu hingga pelakunya didoakan oleh malaikat. Malaikat meminta kepada Allah Swt agar Dia memberikan ganti dan balasan berlipatganda kepada orang yang bersedekah di waktu-waktu tersebut. Darimanakah balasan itu? Dari jalan yang tiada pernah disangka-sangka oleh manusia. Bukankah sejak kita dilahirkan, kita tidak pernah bisa mengerti sepenuhnya bagaimana sebenarnya kita bisa bertahan hidup. Sungguh, Allah Swt Yang telah mencukupkan rezeki untuk kita.
Ada seorang ibu berusia tujuh puluh satu tahun. Ketika ibu ini berusia empat puluh lima tahun, suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan delapan orang anak. Tujuh tahun sebelum wafat, suaminya itu sudah jatuh sakit. Bayangkan, betapa rezeki ibu tersebut bersama anak-anaknya dan juga suaminya beres, tercukupi. Demikian juga ketika suaminya telah tiada. Tinggallah ia bersama delapan anaknya, belum ditambah dengan kehadiran cucu-cucunya. Darimanakah rezeki mereka? Sungguh, Allah Swt Yang telah mencukupkan rezeki mereka.

Ada lagi, seorang ibu yang suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan anak yang banyak. Sementara, sang suami tidak meninggalkan harta kekayaan yang banyak. Ketika ada seseorang yang prihatin melihat ibu itu dan bertanya kepadanya bagaimanakah selanjutnya ia akan menghadapi hidup setelah suaminya meninggal dunia, bagaimanakah ia menghidupi anak-anaknya. Ibu itu menjawab, “Suami saya bukanlah pemberi rezeki. Suami saya hanya perantara rezeki. Bahkan suami saya pun pemakan rezeki, sama seperti saya. Bukankah Allah Swt Penjamin rezeki kita. Suami saya memang sudah tiada. Tapi, Allah akan selalu ada.”
Orang yang bersedekah tiada pernah akan rugi. Ia senantiasa dikelilingi oleh berbagai macam keberuntungan. Orang yang pelit, gemar mengumpulkan harta kekayaan lalu menyimpannya tanpa mau bersedekah, maka orang seperti inilah yang akan banyak menemui situasi sulit.
Latihlah diri kita untuk ringan bersedekah. Setiap kali mendapatkan rezeki misalnya berupa uang, sisihkanlah sekian persen untuk sedekah. Latih terus diri kita agar semakin terbiasa. Sungguh, tidak ada yang menjadi miskin gara-gara bersedekah.

Latihlah diri untuk selalu berbagi. Sekiranya perbedaan harga tidak terlalu jauh, seribu dua ribu, tidak perlulah kita adu tawar sedemikian sengit. Niatkan saja berbagi. Jika kita melihat warung yang penjualnya sudah sepuh namun apa yang didagangkannya masih layak, berbelanjalah kepadanya. Berbagilah dengannya. Karena ia pun membutuhkan pendapatan untuk makan sehari-hari, untuk membayar tagihan listrik dan air, mungkin juga untuk membayar kontrakannya, untuk memberi kepada anak atau cucunya, atau juga mungkin ia sedang menabung untuk berangkat ibadah haji. Tidak perlu kita pelit untuk berbelanja kepada orang seperti ini. Bukankah ia saudara kita juga. Bukankah ia hamba Allah Swt juga.

Khusus untuk para perokok, cobalah untuk menghitung. Ada satu cerita, seorang perokok yang akan berangkat ke masjid untuk shalat Jumat. Ia sudah memasukkan uang seribu rupiah ke satu kanan dan uang sepuluh ribu rupiah ke saku sebelah kiri. Saat kencleng lewat di depan dirinya, ia sedang dalam kondisi setengah mengantuk, sehingga tak sadar yang ia masukkan ke dalam kencleng adalah uang dari saku sebelah kiri.

Selesai shalat Jumat, ia pergi ke sebuah warung untuk membeli rokok. Begitu rokok sudah di tangan dan ia hendak membayar, betapa terkejutnya saat ia merogoh ke dalam saku. Ia pun panik.
Betapa si perokok ini sangat menyesali kecerobohannya yang telah memasukkan uang sepuluh ribu rupiah ke dalam kencleng masjid. Padahal rencananya yang akan ia masukkan ke dalam kencleng adalah seribu rupiah. Penyesalan yang sungguh ironi.
Coba dihitung, jika satu hari ia menghabiskan sepuluh ribu rupiah untuk rokok, maka satu bulan adalah tiga ratus ribu, dan setahun adalah tiga juta enam ratus! Sedangkan ketika shalat Jumat, ia hanya memberi seribu untuk kencleng, satu bulan berarti empat ribu, dan setahun berarti empat puluh delapan ribu! Lihatlah perbedaannya, dalam setahun merokok menghabiskan Rp 3.600.000, sedangkan setahun sedekah hanya Rp 48.000!

Jika ada orang yang berkata bahwa tidak penting besaran angkanya karena yang penting adalah keikhlasannya, maka lihatlah kembali ketika sedekah dibandingkan dengan merokok. Ironis sekali. Hal yang kebaikannya dijanjikan langsung oleh Allah Swt, kalah jauh dengan hal yang justru mendatangkan kerusakan pada tubuh manusia, padahal tubuh adalah titipan dari-Nya. Jika sudah demikian, maka sesungguhnya sesembahan bagi si perokok adalah rokok, bukan Allah. Karena ia lebih mengutamakan rokok ketimbang Allah.

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.

Sponsor

Responsive Ad

Artikel Terkait

search